14 Juli 2008

renungan suplemen minggu, 13 Juli 2008

Win-win Solution dengan Hikmat dan Kekuatan Allah

1 Korintus 1:18-25

Salah satu ciri khas dalam era globalisasi ini adalah persaingan bebas. Persaingan yang terjadi semakin hari semakin ketat, keras, dan seringkali amat kejam.


Kata kunci dalam persaingan adalah “menang”. Kalau Anda menang, Anda akan maju pesat; tetapi kalau Anda kalah, Anda akan tersingkir. Jadi, Anda harus menang, tetap menang, dan tak boleh kalah. Dalam paradigma persaingan seperti itu, tidaklah mengherankan bila falsafah “kia su” (takut kalah dan harus tetap menang) suatu waktu laku keras. Pepatah Jawa, “Asu Gede Menang Kerahe” (Anjing besar akan menang dalam perkelahian), suatu masa juga banyak mewarnai perekonomian Indonesia. Pemerintah memberi kesempatan dan fasilitas kepada para pebisnis papan atas untuk menjadi konglomerat agar bisa menang dalam era globalisasi. Hasilnya bagaimana? Jauh dari apa yang diharapkan. Ketika terjadi krisis moneter, “asu gede” yang dikira bakal “menang”, justru kalah dan tersungkur.


Ketika “menang” dianggap menjadi satu-satunya kunci sukses, banyak orang atau kelompok orang menjadi cenderung mau menang-menangan. Hal itu bukan hanya terjadi di bidang politik dan ekonomi, tetapi juga terjadi pada tatanan sosial dan keagamaan. Karena merasa kuat dan ingin menang-menangan, maka dengan dipicu perkara yang sepele pun kerusuhan yang berbau SARA dapat segera merebak dan membara.


Dalam iman Kristen, kemenangan itu juga penting. Peristiwa Paskah adalah peristiwa kemenangan. Tetapi kalau Alkitab bicara tentang kemenangan, pengertiannya berbeda sekali dengan apa yang dibicarakan orang pada umumnya. Kemenangan yang dimaksudkan bukanlah kemenangan yang diperoleh dengan kekuatan dan kekuasaan, tetapi kemenangan yang diperoleh dengan jalan rendah hati, pengorbanan dan kerelaan menanggung kelemahan orang lain (Fil. 2:5-11).


Kristus meraih kemenangan justru melalui pengorbanannya di atas kayu salib. Itulah yang diberitakan dalam Injil. Pemberitaan tentang salib memang tidak sesuai dengan paradigma orang-orang pada masa itu. Oleh karena itu, ketika para rasul memberitakan Kristus yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.


Menghendaki tanda adalah ciri khas orang Yahudi. Mereka selalu bertindak berdasarkan fakta. Dalam Perjanjian Lama mereka selalu minta tanda dari Allah sebagai bukti kehadiran dan penyertaan-Nya. Demikian pula mereka mengharapkan banyak tanda dan mujizat dari Tuhan Yesus sebagai bukti bahwa Dia adalah Mesias (Yoh. 6:30). Mereka menilai kematian Kristus sebagai kegagalan besar, sebab hal itu tidak sesuai dengan pemahaman dan harapan mereka tentang seorang Mesias yang agung dan mulia. Orang Yahudi menghendaki tanda, namun aneh bahwa mereka tidak percaya pada tanda Kristus yang terbesar, yaitu kebangkitan-Nya. Sungguh disayangkan pula kalau mereka kurang memahami tentang begitu banyaknya nubuatan dalam Perjanjian Lama mengenai penderitaan Sang Mesias (Mis. Yes 53; Mzm. 22, dsb).

Suplemen warta 15/Minggu, 13 Juli 2008

Mencari hikmat adalah ciri khas orang Yunani. Mereka selalu mengagungkan filsafat dan logika. Bagi mereka pemberitaan Injil adalah suatu kebodohan, karena tidaklah masuk akal bagi mereka bahwa seseorang yang sudah mati dapat menyelamatkan orang lain. Mereka tidak menyadari bahwa hikmat Allah melampaui hikmat manusia, dan cara Tuhan tidak sama dengan cara manusia.


Pemberitaan Kristus yang tersalib sudah tentu sukar juga untuk diterima oleh orang-orang masa kini yang selalu ingin bersaing dan mau menang-menangan,. Tetapi marilah kita merenungkan hikmat Allah dan kekuatan Allah yang terkandung di dalamnya. Pemberitaan salib itu adalah “win-win solution” yang dianugrahkan Allah bagi kita.


Mengapa dikatakan “win-win solution”? Karena kita adalah orang berdosa yang seharusnya binasa. Allah mengasihi kita dan ingin menyelamatkan kita. Tetapi Ia juga adalah Allah yang adil, sehingga dosa tetap harus diperhitungkan dan diganjar dengan hukuman. Di dalam hikmat Allah, Ia mengutus Putra Tunggal-Nya ke dalam dunia dan mati di atas kayu salib untuk menanggung hukuman ganti kita. Setiap orang yang dipangil dan meresponi panggilan itu dengan percaya kepada-Nya mendapatkan anugrah keselamatan. Salib Kristus menggenapi kasih Allah bagi kita dan memenuhi tuntutan keadilan Allah. Salib Kristus menghapuskan dosa kita dan memberikan hidup kekal kepada kita. Itulah “win-win solution” yang dianugrahkan Allah bagi kita.


Win-win solution perlu juga kita terapkan dalam kehidupan kita sebagai orang yang telah beroleh anugrah keselamatan dari Allah. Dunia menawarkan persaingan bebas dan ambisi untuk menang. Tetapi itu bukan satu-satunya alternatif. Win-win solution adalah salah satu pilihan untuk hidup berkenan kepada Allah dengan hikmat dan kekuatan-Nya. Janganlah kita hanya memperhatikan kepentingan diri sendiri, tetapi perhatikan pula kepentingan orang lain. Anda boleh menang, tetapi orang lain tidak harus kalah atau merasa dikalahkan!

(Oleh : Pdt. Andreas Loanka, M.Div.; Sumber: www.gki.or.id)

Tidak ada komentar: