16 Agustus 2008

Rekonsiliasi dan Hidup Rukun

Bacaan : Kej. 45:1-15; Mzm. 133; Rom. 11:29-32; Mat. 15:10-20

(sumber: www.gki.or.id)

Pengantar dan Latar-Belakang

Pada hari ini kita merayakan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-63. Yang mana oleh pertolongan Tuhan, kita telah dibebaskan dari penjajahan bangsa asing, sehingga kini kita dapat menjadi bangsa yang merdeka. Tetapi tidak berarti bangsa kita sekarang telah bebas dari penjajahan dalam arti yang sesungguhnya. Bangsa kita sekarang masih dijajah oleh kuasa dosa, sehingga kehidupan masyarakat kita masih saling menjajah, menindas atau berupaya untuk menundukkan sesama yang dianggap lemah. Sebagian kelompok masyarakat yang merasa dirinya kuat dan berkuasa terus berupaya untuk menekan dan menindas anggota kelompok masyarakat yang tidak berdaya, apakah penindasan dalam bidang sosial-ekonomi, etnis, budaya ataukah dalam bidang agama. Padahal ciri kehidupan masyarakat Indonesia sejak awal adalah pluralistis (majemuk). Tetapi dominasi “mayoritas” terhadap “minoritas” dalam kehidupan sehari-hari sering begitu kental sehingga terjadilah penindasan dalam berbagai bentuk. Itu sebabnya kita sering gagal untuk mewujudkan kehidupan yang rukun sebagai suatu bangsa. Di berbagai tempat di negara kita masih terjadi berbagai pertikaian dan konflik berdarah. Bila sebelum tahun 1945, kita berhadapan dengan kuasa penjajahan bangsa asing; maka kini kita berhadapan dengan kuasa penjajahan yang dilakukan oleh sesama bangsa. Pola penjajahan “modern” yang terjadi saat ini, bisa jadi lebih buruk dari pada saat kita dijajah oleh bangsa asing. Jadi pada intinya sampai saat ini kita belum sepenuhnya bebas dari kuasa penjajahan. Karena itu peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia setiap tanggal 17 Agustus perlu dipahami secara komprehensif dan realistis yaitu kita harus terus berjuang untuk menegakkan keadilan dan kebebasan. Tujuannya agar peringatan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia tersebut jangan hanya mengenang arogansi atau superioritas bangsa lain yang pernah menindas bangsa kita; tetapi kita melupakan dan mengabaikan arogansi atau superioritas setiap kelompok atau orang yang merasa dirinya “mayoritas”. Kehidupan bersama yang rukun akan terwujud ketika kita mampu hidup bersama dengan menghormati hak setiap orang dan tidak pernah memperlakukan orang lain secara diskriminatif dalam bidang apapun juga.


Kerinduan Hidup Bersama Dengan Rukun

Walau umat Israel semula dari satu keturunan yaitu dari keturunan Abraham dan Ishak, ternyata tidaklah mudah bagi mereka untuk hidup bersama dengan rukun. Bahkan Abraham dan Lot yang semula hidup bersama-sama, akhirnya mereka terpaksa berpisah ketika usaha dan kekayaan mereka bertambah (Kej. 13:6). Demikian pula halnya dengan Esau dan Yakub. Ketika harta milik mereka bertambah-tambah, maka kemudian Esau memilih meninggalkan Kanaan dan menetap di pegunungan Seir. Kej. 36:7 memberi kesaksian, yaitu: “Sebab harta milik mereka terlalu banyak, sehingga mereka tidak dapat tinggal bersama-sama”. Setelah raja Salomo wafat, maka kerajaan Israel terpecah menjadi 2 bagian yaitu kerajaan Israel Utara dan kerajaan Israel Selatan (I Raj. 12:16-20). Di antara rakyat dari kerajaan Israel Utara (Samaria) sering bertikai dengan rakyat dari kerajaan Israel Selatan (Yehuda). Karena itu pemazmur merindukan suatu kehidupan rukun di antara umat, sehingga dia berkata: “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!” (Mzm. 133:2). Walaupun demikian kerinduan pemazmur tersebut bukan sekedar suatu harapan yang “utopis” atau suatu harapan khayali dan tidak mungkin tercapai. Sebaliknya harapan dari pemazmur tersebut ditempatkan dalam janji penyertaan dan berkat Tuhan. Apabila umat bersedia bersandar kepada penyertaan dan berkat Tuhan, maka pastilah kehidupan mereka tidak akan terpecah-pecah. Mereka akan dikaruniai Tuhan suatu kehidupan rukun selama-lamanya. Segala perbedaan, persoalan dan kemajemukan yang mereka miliki tidak akan memisahkan mereka dari persekutuan umat. Penyertaan berkat Tuhan bagi umatNya disimbolkan dengan pengurapan minyak, yaitu: “Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya”. Bagi umat Israel zaman itu, minyak memiliki makna dengan simbol yang khusus, yaitu:

a. Sebagai “pengharum”: persaudaraan yang rukun tentu akan mengharumkan identitas diri mereka sebagai umat Allah. Karena itu kitab Pengkhotbah berkata: “Nama yang harum lebih baik dari pada minyak yang mahal, dan hari kematian lebih baik dari pada hari kelahiran”. Umat Israel umumnya gemar memakai minyak sebagai pengharum (Ams. 27:9), tetapi mereka lebih menghargai nama yang harum.

b. Sebagai media “pengobatan”: persaudaraan yang rukun tentu dapat mengobati berbagai penghalang dan luka-luka yang pernah mereka alami. Pada zaman dahulu minyak dipakai untuk mengoles orang-orang yang sakit (bandingkan Mark. 6:13; Yak. 5:14). Dalam kehidupan masa kini simbolisasi minyak tersebut juga dapat diterapkan dalam pengertian rohaniah, yaitu dioleskan untuk menyembuhkan luka-luka batin yang meretakkan hubungan di antara sesama.

c. Sebagai media “penobatan” (pelantikan) seseorang dalam identitas yang baru: minyak dipakai untuk mengurapi seseorang sehingga dia diteguhkan untuk melaksanakan panggilan Tuhan secara khusus (I Sam. 10:1). Karena itu minyak juga dipakai sebagai simbol pengurapan Roh Kudus (Ibr. 1:9). Persaudaraan yang rukun akan terwujud ketika kita sebagai umat membuka diri untuk dikuduskan dan dimurnikan oleh Roh Kudus sehingga kita dimampukan untuk melaksanakan karya Tuhan yang mendamaikan.


Belajar dari Sikap Yusuf

Selain itu pemazmur menempatkan harapan akan persaudaraan yang rukun seperti embun yang turun dari gunung. Embun di pagi hari selain mampu menyejukkan udara, juga dapat memberi kesuburan dan kesegaran bagi tanaman. Karena itu tanaman di sekitar pegunungan umumnya tumbuh dengan sehat. Demikian pula persaudaraan yang rukun seharusnya ditandai oleh suasana hidup yang saling menyegarkan dan memberi pertumbuhan. Mereka akan selalu mampu mengatasi setiap kesalahpahaman, perbedaan-perbedaan dan permasalahan yang muncul. Sehingga suasana komunikasi yang terjalin senantiasa konstruktif, saling menumbuhkan dan menghormati. Mereka akan lebih mengedepankan kesetaraan hidup bersama dari pada sikap saling menguasai dan menundukkan. Mereka juga akan lebih mengedepankan kesediaan mengampuni dari pada sikap membalas dendam dan keinginan membunuh lawan. Sikap pengampunan dan kasih inilah yang diperlihatkan oleh Yusuf kepada saudara-saudaranya. Dari sudut manusiawi, tindakan dari saudara-saudara Yusuf sebenarnya sangat sulit dimaafkan. Mereka sebelumnya telah menganiaya, membuang Yusuf ke sumur dan menjual dia sebagai seorang budak. Seandainya kita pernah diperlakukan secara kejam oleh anggota keluarga, umumnya kita sangat sulit untuk memaafkan mereka. Luka-luka batin kita tersebut tidak akan sembuh secara otomatis oleh perjalanan waktu. Perasaan benci dan marah tetap tersemai dengan subur walaupun mereka telah menunjukkan perubahan (pembaharuan) hidup yang signifikan. Tetapi tidak demikian halnya dengan sikap Yusuf. Walaupun saat itu dia telah menjadi tangan kanan dari Firaun, ternyata Yusuf tidak mau menggunakan kekuasaannya untuk menghukum dan membalas kepada saudara-saudaranya yang telah berbuat jahat. Justru sebaliknya saat dia mengetahui saudara-saudaranya datang untuk membeli makanan di Mesir, Yusuf segera memberi pertolongan dan perlakuan khusus. Karena perasaan rindu yang begitu besar, Yusuf meminta agar dia dapat berbicara secara pribadi dengan saudara-saudaranya. Kita tidak dapat membayangkan bagaimana saudara-saudara Yusuf yang sangat terkejut, ketika Yusuf akhirnya memperkenalkan dirinya. Namun yang pasti saudara-saudara Yusuf waktu itu sempat ketakutan ketika mengetahui bahwa penguasa yang berbicara kepada mereka ternyata adalah Yusuf (Kej. 45:3). Tetapi Yusuf berkata: “Marilah dekat-dekat”. Maka mendekatlah mereka (Kej. 45:4). Ungkapan “marilah dekat-dekat” berasal dari istilah: naw-gash' yang berarti: mengajak seseorang untuk mendekat secara intim seperti hubungan seorang pria dengan seorang wanita. Yusuf bukan hanya tidak mau membalas dendam atas perbuatan jahat dari para saudaranya; tetapi dia justru memperlihatkan kasih yang sangat personal dan memberi mereka penghiburan dengan perspektif teologis yaitu bahwa tindakan mereka menjual dia di masa lampau pada hakikatnya untuk melaksanakan rencana Allah yang menyelamatkan. Di Kej. 45:5 Yusuf berkata: “Tetapi sekarang, janganlah bersusah hati dan janganlah menyesali diri, karena kamu menjual aku ke sini, sebab untuk memelihara kehidupanlah Allah menyuruh aku mendahului kamu”. Perkataan Yusuf yang penuh dengan pengampunan seperti embun yang menyejukkan dan juga seperti minyak yang menyembuhkan hati saudara-saudaranya.

Kualitas Diri Dalam Rajutan Ilahi

Sikap pengampunan dari Yusuf tersebut menunjukkan suatu kualitas pribadi yang telah dikuduskan oleh Allah. Peristiwa pahit dan penderitaan yang pernah dialami tidak membuat Yusuf terpuruk dalam kemarahan, kebencian dan dendam. Sebaliknya pengalaman yang pahit dan penuh penderitaan dihayati oleh Yusuf sebagai bagian dari proses pembentukan karakter dan rencana Allah dalam kehidupannya. Penderitaannya dihayati oleh Yusuf seperti minyak urapan yang memurnikan dan menguduskan dirinya. Sehingga Yusuf makin dimampukan oleh Tuhan untuk melihat seluruh perjalanan hidupnya sebagai suatu rajutan ilahi untuk menyelamatkan sesama dan keluarganya yang menderita. Di Kej. 45:7-8, Yusuf berkata: “Maka Allah telah menyuruh aku mendahului kamu untuk menjamin kelanjutan keturunanmu di bumi ini dan untuk memelihara hidupmu, sehingga sebagian besar dari padamu tertolong. Jadi bukanlah kamu yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah; Dialah yang telah menempatkan aku sebagai bapa bagi Firaun dan tuan atas seluruh istananya dan sebagai kuasa atas seluruh tanah Mesir”. Rajutan ilahi tersebut yang memampukan Yusuf untuk memiliki kebijaksanaan dan kekayaan pengampunan kepada setiap orang yang pernah berlaku jahat kepadanya. Bukankah seharusnya bangsa kita memiliki kualitas diri seperti Yusuf? Kebesaran bangsa kita bukan ditentukan oleh jumlah penduduk, jumlah mayoritas pemeluk suatu agama atau kelompok mayoritas yang berkuasa; tetapi lebih ditentukan oleh kebesaran hati yang dilandasi oleh kasih dan pengampunan. Namun sayangnya kita sering mendorong sesama dan bangsa ini untuk mengingat luka-luka lama. Kita sering terjebak dalam pemberian cap dan “stigma” kepada seseorang atau kelompok; sehingga kita tidak mampu bersikap obyektif dan adil. Sehingga apabila seseorang atau suatu kelompok pernah melakukan kesalahan di masa lampau, maka mereka kemudian divonis seumur hidup sebagai pembuat masalah (trouble-maker). Bahkan kalau perlu seluruh keturunan dan keluarga dikaitkan dengan kesalahan seseorang. Pemerintah Orde Baru dahulu berulangkali dalam pernyataan politis menegaskan bahwa anggota keluarga yang terlibat dalam Partai Komunis Indonesia tidak diperbolehkan untuk menjadi pegawai negeri atau anggota militer, dan Kartu tanda penduduknya diberi tanda khusus. Kita dapat melihat perbedaan yang sangat esensial antara kualitas diri dari Yusuf yang bijaksana dan penuh pengampunan dengan sikap pemerintah Orde Baru atau berbagai organisasi massa yang terus menghidupkan permusuhan dan kebencian kepada khalayak ramai. Dalam hal ini pemerintah Orde Baru atau berbagai organisasi massa tersebut tidak memiliki kualitas diri sebagai orang-orang yang dikuduskan. Hati mereka sarat dengan kecurigaan, permusuhan, kebencian, dan sikap yang menggeneralisir. Itu sebabnya ucapan dan perkataan mereka senantiasa menyebarkan permusuhan dan kebencian kepada banyak orang.

Karena itu Tuhan Yesus mengingatkan bahwa hati manusia dapat menjadi sumber dari hal-hal yang najis. Di Mat. 15:18, Tuhan Yesus berkata: “Tetapi apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat”. Ketika hati kita belum dikuduskan oleh Tuhan, maka hati kita akan menjadi sumber dosa yang menyebar melalui ucapan atau perkataan. Yang mana ucapan dan tindakan yang lahir dari hati yang najis senantiasa dapat mematikan orang lain. Karena itu kualitas diri tidak akan terwujud hanya dengan berbagai pelatihan etika dan pembinaan moral apabila hati kita belum dikuduskan oleh Tuhan. Kualitas diri juga tidak akan tercapai ketika kita hanya memperhatikan soal-soal makanan yang haram dan halal. Sebab makanan tersebut tidak akan membaharui inti dari spiritualitas kita. Karakter bangsa kita tidak akan diperbaharui oleh ketaatan mereka terhadap jenis makanan yang halal dan menolak makanan yang dianggap haram. Tetapi kualitas diri akan terwujud dalam kehidupan kita ketika kita bersedia dirajut dan “dioperasi” oleh Allah melalui berbagai pengalaman yang pahit dan getir. Sebab berbagai pengalaman yang pahit dan getir tersebut tidak lagi dilihat dari sudut manusiawi kita, tetapi kita melihatnya dari perspektif yang baru secara teologis, yaitu Allah berkenan membentuk dan memproses kita untuk menjadi alatNya yang kudus. Perspektif teologis inilah yang memampukan kita untuk membuang berbagai perasaan dendam dan sakit hati terhadap setiap orang yang memusuhi dan menganiaya kita. Sehingga kita dimampukan untuk hidup rukun dengan setiap orang, bahkan rekonsiliasi (berdamai) dengan para lawan kita.

Rekonsiliasi yang Transformatif

Abraham dan Lot pernah berpisah, tetapi Abraham tetap peduli dan membantu Lot saat dia mengalami kesulitan (Kej. 14:14-16). Esau dan Yakub pernah bermusuhan, tetapi mereka dapat kembali rujuk dan saling mengampuni (Kej. 33:4). Contoh-contoh tersebut menggambarkan peristiwa rekonsiliasi yang transformatif, sebab kedua pihak mampu berdamai dan saling menolong. Mereka membuka diri terhadap anugerah kasih Allah yang berfungsi seperti minyak untuk mengobati setiap luka-luka batin dan seperti embun yang memberi kesegaran dan pertumbuhan. Jika pemazmur berkata: “Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun!” (Mzm. 133:2), apakah setiap kita sebagai bangsa Indonesia juga berlaku seperti Esau dan Yakub; ataukah seperti Abraham kepada Lot? Khususnya apakah kita mau bersikap seperti Yusuf yang kaya dengan pengampunan kepada saudara-saudaranya yang pernah berbuat jahat kepadanya? Saat kita dipercaya oleh Tuhan suatu jabatan atau kekuasaan tertentu, apakah kita memanfaatkan untuk menolong dan memberi berkat kepada orang-orang yang pernah melukai hati kita? Ataukah sikap yang sebaliknya! Saat kita dipercaya suatu jabatan atau kekuasaan tertentu, apakah kita pakai untuk meniadakan dan menghancurkan kekuatan dari para lawan kita? Dalam hal ini kita diingatkan bahwa keselamatan dan berkat berupa jabatan yang kita terima pada hakikatnya terjadi karena kemurahan hati Allah. Seharusnya Allah menghukum kita saat kita tidak taat kepadaNya (Rom. 11:30). Tetapi di dalam Kristus, Allah berkenan menunjukkan kemurahanNya kepada kita. Jika demikian, mengapa kita yang telah menerima kemurahan dan pengampunan dari Allah, tidak memberlakukan kemurahan dan pengampunanNya tersebut kepada orang-orang yang pernah menyakiti dan memusuhi kita? Bukankah kemurahan dan pengampunan Allah laksana minyak dan embun yang mampu menghidupkan dan mendamaikan kehidupan bersama? Amin.

Serba-serbi pekan ke-20

Rekreasi/Piknik Kaum Wanita GKP Haurgeulis

Piknik kaum wanita akan dilaksanakan pada hari Senin, 18 Agustus 2008, Pkl. 05.00 pagi.

Kebaktian Minggu, 17 Agustus 2008

Sebagai wujud partisipasi akan HUT RI ke-63 maka GKP Haurgeulis via Komisi HARAMUGER akan mengadakan beberapa acara setelah kebaktian, oleh karena itu maka kebaktian Minggu, 17 Agustus 2008 diajukan menjadi Pkl. 07.00 untuk dapat melaksanakan beberapa mata acara, diantaranya Jalan bersama, CCA dan nyanyi bersama antar komisi!

Kebaktian Oikumene pemuda/remaja se-Haurgeulis

Kebaktian oikumene pemuda-remaja se-Haurgeulis akan dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Agustus 2008 pkl. 18.30 di GBI II. Kiranya para pemuda-remaja sekalian dapat mengikuti kegiatan tersebut.


Mohon di DOA-kan : …

14 Agustus 2008; Menyikapi Upaya Class Action Terhadap Kasus LAI

Pimpinan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) bersama sejumlah pimpinan gereja aras nasional, perwakilan dari Dirjen Bimas Kristen Protestan serta kuasa hukum LAI melakukan sharing menyikapi upaya class action yang dilakukan oleh Jeremiah Leonardo, STh melalui kuasa hukumnya dalam kasus penggunaan nama Allah di Alkitab Senin, 11 Agustus 2008 di Salemba Raya 8. Jakpus. Seperti diketahui, LAI sebagai lembaga resmi dalam menterjemahkan Alkitab di Indonesia, telah dilaporkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat oleh Jeremiah Leonardo, STh, karena dianggap melakukan kesalahan dalam menerjemahkan kata Allah yang seharusnya YHWH di Alkitab. Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah memutuskan N.O. (tidak diterima) gugatan terhadap LAI. Dalam pertemuan tersebut, Wasekum PGI, Pdt. Weinata Sairin, MTh mengungkapkan sikap PGI jelas mendukung upaya yang dilakukan LAI. Oleh sebab itu, perlu diinventarisir strategi-strategi apa yang diperlukan dalam menyikapi adanya keinginan class action itu. Menurutnya, ada upaya psywar dari kelompok tersebut serta pikiran-pikiran destruktif dan manipulatif.

Ditambahkan, perlunya dilakukan percakapan dengan Dirjen Bimas Kristen Protestan agar persoalan itu tidak mengarah ke SARA dan konflik internal Kristen. Selain itu, lembaga-lembaga gerejawi juga baik jika melayangkan surat peringatan kepada gereja-gereja mengenai persoalan yang ada. Sementara itu, Sekjen PGLII, Pdt. Dachlan Setiawan berpendapat upaya class action yang akan digulirkan dapat dengan mudah dipatahkan karena Jeremiah Leonardo, STh, bukanlah representasi dari umat Kristen. Selain itu, tambah Dachlan, jika diperlukan, lembaga-lembaga gerejawi aras nasional melakukan press konferance mengeluarkan pernyataan bersama untuk menegaskan bahwa penggunaan nama Allah adalah yang benar di dalam Alkitab, bukan YHWH. (www.pgi.or.id)

Humor pekan ke-20

Pengalaman ayah dan anak …

SEORANG bapak mengajak anak laki-lakinya yang berusia 6 tahun menonton pertandingan sepak bola. Ini adalah pengalaman pertama bagi si anak. Sesampainya di stadion, si bapak membelikan berbagai jenis makanan untuk anaknya. Piza, popcorn, roti, kue cokelat, kacang garing, es krim, permen dan minuman kaleng. Si bapak berkata, “Makanan ini akan kit amakan sambil menikmati pertandingan nanti.” Si anak mengangguk. Besoknya setelah makan siang si bapak bertanya, “Bagaimana kalau nanti sore kita menonton petandingan sepakbola lagi?” Si anak berpikir sejenak dan berkata, “Enggak mau, pak. Saya masih kenyang.”

EFEK TAWA…..

Akan ‘kacau’ jadinya, kalau hal primer menjadi sekunder.

Dan hal sekunder menjadi primer.

Berjalan-jalan…

USAI kebaktian Natal, seorang wanita menemui pak pendeta, “Saya berharap bapak tidak tersinggung. Tetapi waktu bapak berkhotbah tadi, suami saya berjalan-jalan.” Pak pendeta tersenyum dan berkata, “Mengapa saya harus tersinggung dengan hal itu, bu? Suami ibu mungkin merasa gelisah karena khotbah yang saya sampaikan ternyata sesuai dengan pergumulannya.” Ibu itu menjawab, “Oh, bukan begitu, pak pendeta. Masalahnya, sejak kecil suami saya itu memang sering berjalan ketika tidur.”

EFEK TAWA…..

Jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan.

Bisa-bisa, malu sendiri, kan?

Daftar Bacaan Alkitab se-pekan

Daftar Bacaan Alkitab, 18-23 Agustus 2008

TGL

W A S I A T

SANTAPAN HARIAN

18

Lukas 10:38-42; Yang terbaik pada saat yg tepat

1 Taw.12:23-40; Urapan Tuhan, dukungan rakyat

19

1 Sam.1:9-17; Memercayai Hana

1 Taw.13:1-14; Bukan pemain tunggal!

20

Amsal 30:7-9; Hidup berkecukupan

1 Taw. 14:1-17; Pemimpin yang diberkati

21

Mazmur 73; Yang lurus justru kurus

1 Taw. 15:1-29; Pemimpin yang tahu batas

22

Yakobus 1:22-25; Pendengar atau pelaku firman

1 Taw. 16:1-6; Melayani sesuai karunianya

23

Amsal 13:24; Mengasihi adalah mendidik

1 Taw. 16:7-36; Syukuri kebaikan Tuhan

Jadwal Pelayanan Minggu 17-24 Agustus 2008

Kebaktian Minggu/Umum; Pkl. 09.00.

Minggu, 17 Agustus 2008

HUT RI ke-63*

Minggu, 24 Agustus 2008

Teinitas XV

Pelayan Firman

Pdt. Budi T. Kaidun, S.Th

Pdt. Budi T. Kaidun, S.Th

Pembacaan Alkitab

Galatia 5:1-15

Bilangan 12: 1-16

Nas pembimbing

Yohanes 4:23

Roma 12:19

Tema

“Dimerdekakan untuk memerdekakan”

“Rekonsiliasi dilakukan dalam kebijaksanaan dan ketegasan”

Mazmur

124

35:17-28

Liturgi

Model III

Model IV

Nyanyian

Kidung Jemaat

15:1-3; 18:1-3; 29:1-4; 406:1; 393:1-…; 336:1-4

Pelengkap Kidung Jemaat

17:1-2; 22:1-3; 43:1-4; 270:1; 46:1-3; 235:1-2; 15:1; 129:1-3; 150:1-…; 271:1-3

Kolektan

Komisi HARLIK

Komisi Anak

Organis

Chandra Ismaya

Rosita Dewi Tjandra

Prokantor

Benny Sihombing

Merliana Siringo-Ringo

Pujian

Anak-anak

Pemuda-Remaja

Warna Liturgis/Stola

Kuning

Hijau

Doa Syafaat

Keutuhan NKRI

GKP Seroja, Bekasi

* Khusus kebaktian Minggu, 17 Agustus, jam kebaktian dimajukan menjadi pkl. 07.00, harap menjadi maklum!

Kami telah menjelajahi bumi

Zakharia 1:7-17

T

uhan ingin mengetahui keadaan bumi? Benar! Inilah yang terekam dalam mimpi nabi Zakharia bin Berekhya bin Ido, ini kali Tuhan mengutus malaikatnya untuk menjelajahi bumi dengan menunggang kuda merah, merah jambu dan putih. Tugas mereka adalah untuk memeastikan keadaan bumi saat itu apakah berada dalam kondisi yang tenang dan aman atau tidak. Dalam sebuah percakapan singkat dengan Zakharia, beginilah situasi bumi saat itu, “berbicaralah mereka kepada malaikat Tuhan yang berdiri diantara pohon-pohon murad itu, katanya:Kami telah menjelajahi bumi, dan sesungguhnya keadaan bumi itu tenang dan aman” (ay.11). Seorang malaikat yang lain merespon laporan itu dengan mengatakan akan terjadi pembaharuan atas Yerusalem dan Yehuda yang telah tujuh puluh tahun lamanya dimurkai Tuhan, karena kesalahan nenek moyang mereka yang bertingkah laku buruk dan jahat, (1:4). Setelah tujuh puluh tahun lamanya barulah mereka bertobat (1:6). Sampai Tuhan mengutus para malaikat-Nya tadi.

Benarkah laporan itu? Dapatkah bumi dalam keadaan demikian? Pasti ada ketidakpercayaandalam diri kita pada berita tersebut. Namun kita harus meyakini seorang malaikat utusan Tuhan tidak akan berkata bohong, apalagi membohongi Tuhan. Berita yang dibawa malaikat Tuhan tadi hendaknya menjadikan kita lebih optimis dalam bumi ini. Memang situasi bumi saat ini selalu berada dalam ketidaknyamanan, dimana keadilan sulit didapat, kebenaran mulai langka. Kejahatan meningkat dan perusakan ciptaan Tuhan terjadi di mana-mana.

Mengapa kita harus optimis? Karena di zaman nabi Zakharia keadaan bumi sempat dilaporkan dalam keadaan tenang dan aman. Artinya situasi yang sama daat inipun bukan hal yang mustahil dapat kita rasakan. Situasi tenangdan aman itu dapat kita ciptakan, asal ada kemauan dari semua pihak untuk menciptakannya. Pada sisi lain situasi tenang danaman kalau Tuhan mau, dapat saja Tuhan yang ‘menyulapnya’, seperti kejadian air bah zaman Nuh atau seperti Sodom dan Gomora, hanya kalau itu jalan yang ditempuh Tuhan lalu dimanakah peran dan tanggungjawab manusia? Manusia hanya mengacau, lalu Tuhan yang menenangkan dan begitu seterusnya. Itu bukan situasi yang dikehendaki Tuhan. Sebab bumi kita diciptakan untuk diperbaharui bukan untuk dilenyapkan. Tuhan menginginkan kitalah yang berperan besar menciptakan ketenangan dan keamanan itu.

Jangan kita berputus asa menghadapi situasi saat ini yang justru akan memperburuk citra bumi di mata Tuhan, tapi marilah kita bersatu hati menciptakan ketenangan dan keamanan mulai dalam keluarga, sesama saudara, sesama tetangga, sebangsa baru ke lingkup yang lebih besar lainnya. Bersama kita bisa!!! Sehingga Tuhan pun ketika mengutus malaikatNya untuk menjelajahi bumi kembali akan senang bila mendengar berita bumi saat ini dalam keadaan tenang dan aman. (by:BTK)

Persembahan Bulanan masuk bulan Juli

Data Pemberi Persembahan Bulanan

Bulan Juli 54 Kartu (Mei=64, Juni=62)

22,9% dari anggota Jemaat Sidi

Masuk tanggal 6 Juli 2008, 24 Kartu

Ibu Henny

Andri

Nastuti

Antih

Kurniasih

Suyanti*

Sukardjo Yam Hwat*

Casan

Desi Yulianingsih

Karyono

Setianingsih

Unang Sugito^

Sri Warki**

Ua Daniel

Sobana Setra

Ibu Satini

Kim San

Suhardi A’un

Ny. Beng Yong

Dasminah^

Ibu Nora L.

Ibu Ruminih Leno***

Leno Dobyanto***

Sri Rahayu

* Juli-Agustus; ^ Agustus; ** Juni-Juli; *** Januari-Maret

Masuk tanggal 13 Juli 2008, 6 Kartu

Ibu Nelly

Ibu Kalimah

Ibu Sarnitem

Bpk. Sinom

Ib Maeri Sinom

Ibu Yuyun Yuniawati

- -

- -

Masuk tanggal 20 Juli 2008, 12 Kartu

Ibu Lisye

Ibu Sunarih

Ibu Nursaleh

Bpk. Surya

Aritonang

Ibu Sumiati

Bpk. Kusnadi

Corry

Ibu Kim Kiok

Bpk. Tjai Eng

Listiana Setra

Ibu Inem

Masuk tanggal 27 Juli 2008, 12 Kartu

Sanim

Ibu Tiaw Hong

Ibu Liliani

Evi Maretina

Januar Chandra

Chandra Ismaya

Yeni Chandra

Elismiyati

Tarningsih

Kimonowati

Rosita Dewi Tjandra

Suardi Tjandra

PERSEMBAHAN BULANAN

Berbagai bentuk persembahan (waktu, pikiran, tenaga dan dana) merupakan keikutsertaan kita dalam pengembangan bentuk-bentuk persekutuan, pelayanan dan kesaksian.

Melalui persembahan bulanan, diberikan kesempatan kepada anggota jemaat Sidi

untuk secara rutin (tiap bulan) memberikan dana untuk pelaksanaan visi, misi, dan tema kerja gereja demi mewujudkan tanda-tanda Kerajaan Allah.

Mari kita turut serta dalam pekerjaan Tuhan dengan memberi persembahan bulanan!!!

Renungan 10 Agustus 2008

Berkhianat

Maleakhi 2:10-16

M

aleakhi dalam bahasa Ibrani berarti ‘utusanku’, bukanlah nama diri tapi kata benda biasa sebab nama penulis kitab ini tidak pernah diketahui. Dalam kitab Maleakhi lebih banyak diungkapkan kebobrokan umat di mata tuhan, antara lain soal pengkhianatan umat atas Tuhannya. Bagaimana ini bisa terjadi? Rupanya kisah ini berawal dari perjanjian umat dengan Tuhan yang dulu pernah diikatkan dengan nenek moyang mereka. Yehuda sebagai bagian dari umat Israel dinilai telah berkhianat pada Tuhan di Yerusalem, “,,,Lalu mengapa kita berkhianat satu sama lain dengan demikian menajiskan perjanjian dengan nenek moyang kita? Wujud pengkhianatan itu antara lain sebab Yehuda telah menajiskan tempat kudus yang diaksihani Allah dengan cara mempersembahkan roti cemar (1:7), mempersembahkan binatang rampasan, binatang yang timpang dan yang sakit (1:13). Tindakan umat tersebut bukan tanpa alasan, mereka memahami ‘meja Tuhan memang cemar dan makanan yang ada di situ boleh dihinakan!’ (1:12). Sebuah pemahaman persembahan yang cukuo memprihatinkan. Menurut aturan yang sesungguhnya, umat hanya boleh mempersembahkan yang terbaik buat Tuhan. Hal yang mengartikan tindakan berkhianat atau pengingkaran atas perjanjian tidak dapat diterima Tuhan. Umat harus kembali kepada khitahnya atau tujuan dasar dan garis haluannya.

Dalam ilmu kemiliteran pengkhianat itu berarti disersi dan suka membocorkan rahasia pada musuh atau sebagai mata-mata. Dalam ilmu keluarga pengkhianat berarti selingkuh. Dalam ilmu kesehatan pengkianat itu berarti malpraktek. Dalam ilmu pemerintahan pengkhianat itu adalah koruptor. Menurut Maleakhi dalam iman pengkhianat itu adalah pengingkaran umat atas perjanjian dengan Tuhannya.

Dampak dari pengkhianatan adalah dapat melemahnya semangat umat, melemahkan pertahanan dan dapat menghancurkan negara, melemahkan kepercayaan dan dapat meniadakan keharmonisan, melemahkan perjanjian dan dapat merusak tatanan kehidupan. Tuhan menyadari benar dampak buruk dari sebuah pengkhianatan dir melalui perjanjian atas Tuhan dengan cara dibaptis, dituntut ketaatan menjalankan aturan main selanjutnya dalam praktek kehidupan sehari-hari. Sungguh berat tuntutan itu tapi memang demikinlah aturannya. Karena itu jangan mudah buat janji dengan Tuhan atau siapapun kalau tidak mau dikatakan sebagai pengkhianat oleh Tuhan.

Doa : Terimakasih Tuhan kami telah diingatkan untuk setia pada perjanjian yang telah kami buat. Amin.

(by:BTK)

Renungan 3 Agustus 2008

Si Teudas

Kisah Rasul 5:26-42

“Tetapi seorang Farisi dalam Mahkamah Agama itu, yang bernama Gamaliel, seorang ahli Taurat yang sangat dihormati seluruh orang banyak, bangkit dan meminta, supaya orang-orang itu diseluruh keluar sebentar…” Itulah sekilas suasana jalannya persidangan di Mahkamah Agama dengan terdakwa Petrus dan Yohanes. Ada ketegangan dalam ruang sidang sehingga memaksa Gamaliel meyampaikan interupsi. Yohanes dan Petrus dipandang sebagai ancaman bagi stabilitas keamanan umat menurut para pemimpin Yahudi, tua-tua dan ahli Taurat. Sebab itulah mereka meminta Mahkamah Agama menjatuhkan hukuman bagi kedua orang itu. Tapi Gamaliel melihat ada ketidakberesan bila keputusan diambil tergesa-gesa. Lalu dengan mengambil contoh masa lalu, Gamaliel mencoba mengarahkan jalannya sidang supaya mengambil keputusan yang realistis. Realistis karena bila pengajaran Petrus dan Yohanes ini berasal dari Allah mereka tidak dapat melenyapkan keduanya. Mencoba melenyapkannya berarti melawan Allah. Biarkan hukum alam yang bertindak, seperti terhadap si Teudas yang pernah mengaku sebagai mesias yang memimpin pengikutnya melawan Roma namun ternyata tidak berhasil, dalam peperangan melawan Roma kemudian si Teudas tewas, karena Tuhan tidak berada dipihaknya, “Sebab dahulu telah muncul si Teudas, yang mengaku dirinya seorang yang istimewa dan ia mempunyai kira-kira empat ratus orang pengikut…” ayat 36.

Darimanakah kekuatan yang kita miliki, pelayanan yang kita berikan, pekerjaan yang kita geluti, keluarga yang kita bina, saat ini? Kalau semua itu dipahami dari karisma, kemampuan dan keuletan kita semata, kita boleh bangga namun hendaknya jangan kebablasan sebab suatu saat ada akhir dari kejayaan itu. Lihatlah si Teudas dengan kharisma dan kekuatan yang dimilikinya, dia tidak dapat melawan Roma dan harus kehilangan nyawa dan pengikutnya. Kehilangan segala-galanya. Namun lain halnya bila kita memahami, bahwa apa yang teradi karena berkat kuasa Tuhan, sebagaimana keyakinan Gamaliel kalau kuasa Tuhan yang bekerja, tidak ada seorangpun yang dapat menghambatnya. Betapa indahnya hidup ini bila kita mampu mengetahui kekuatan Tuhan yang bekerja itu. Bagaimana cara kita mengetahuinya?

Temukanlah jawabannya dalam setiap ibadah yang sering kita lakukan, melalui pembacaan Alkitab dan renungan. Serta jangan biasakan diri untuk menjauhi setiap ibadah seperti yang dilakukan oleh sebagian orang, sebab mengikuti ibadah adalah salah satu momen untuk mengetahui kekuatan Tuhan yang bekerja itu. Bukankah Tuhan juga bekerja melalui firmanNya sebagaimana Ia bekerja menciptakan jagad raya dan isinya, “Berfirmanlah Tuhan, jadilah terang…” Kej. 1:3. (by:BTK)